Masih ada kaitanya dengan bus dan liburan tahun baru dari
artikel sebelumnya, artikel ini juga masih tentang perilaku orang-orang di
kota-ku. Yang mungkin gambaran dari sebagian besar orang-orang di negeri tercinta
ini. Pulang kerumah, Klaten, setelah mengantar teman dari bandara Adisucipto
Jogja, masih ingat? Tentunya masih dengan bus antar kota yang semestinya sudah
dipensiunkan. Tentunya juga masih dengan penumpang-penumpang yang berjubel didalamnya.
Panas, bau keringat, asap rokok, dan jalanan ‘harta karun’. Kenapa jalan ‘harta
karun’? Bukan karena banyak emas disana , tapi ratusan lubang nya saja, ya,
lubang-lubang ini seperti bekas galian para pencari harta karun yang ga
ditimbun lagi. Yang pernah lewat kota Klaten pasti tahu lah seperti apa. Jadi
bisa bayangin kan kalau ga dapat kursi kaya apa? Dan kebetulan sekali, bus yang
waktu itu aku naikin, aku raba-raba atasnya buat cari pegangannya, tapi? Tet
Tot!! Raib!! Ga ada pegangan!! Lalu dimana hak-ku sebagai penumpang yang berdiri
agar tidak jatuh? Terpaksa harus pegangan sandaran kursi dikanan dan dikiri dan
jeli-jeliin mata agar ga salah pegang kepala orang.
Masih ingat juga kan kalau luckily aku dapat kursi disamping two lovers yang buang sampah sembarangan di artikel sebelumnya? Ya
tapi cuman bentar saja. Kenapa? Karena sesaat setelah kasus sarkasme dengan lovers itu, aku lihat seorang ibu menggandeng
dua gadis kecilnya naik bus dengan susah payah. Menjaga keseimbangan dirinya
sendiri dan dua gadis kecilnya, berjalan ketengah berdesak-desakan diantara
penumpang lain yang berdiri, tengak-tengok, mungkin berharap ada kursi kosong. ‘Ya
ga bakal ada bu’ batinku. Kebetulan aku duduk di bagian tepi bukan dekat
jendela. Tanpa pikir panjang aku persilahkan dia duduk di kursi-ku. Wahhh, sik matur nuwun jiannnnn, melebihi dapet lotre si ibu itu. Aku balas senyum dan bilang ‘sama-sama bu’.
Sayangnya si buah hati yang satunya ga bisa duduk, kursi hanya satu, ibu itu
cukup berisi badannya, jadi hanya muat dia dan satu gadis kecilnya yang
dipangku. Susah payah anak itu pegangan kuat-kuat sandaran kursi dan dibantu
tangan ibunya. Two lovers yang
disampingku tadi, penumpang di depan dan di belakang nya, mereka cukup muda,
tapi, sama sekali ga ada yang ngasih kursi mereka. Shockingly, aku liat ternyata di bus bagian belakang, ada embah yang cukup renta dengan pakaian kebaya jowo kuthu baru dan jarik-nya yang juga berdiri diantara anak-anak muda yang duduk
dengan santainya, beberapa dari mereka dengan enaknya sambil klepas-klepus merokok. Oh my Gosh!!!! Negeriku!
Banyak yang lihat aku dan ibu itu waktu aku ngasih kursi-ku.
Mungkin mereka pikir bodoh sekali aku ini sudah enak-enak dapat kursi malah
sok-sokan ngasih kursi-nya ke orang lain. Atau mungkin juga mereka pikir mereka
sudah bayar, dapat kursi, ya kursi mereka. Kalau ngomongin soal hak, memang
semua penumpang bayar, dan semua punya hak untuk dapat kursi. Tapi lihat keadaan. Buat
aku, ibu dan embah itu punya hak
lebih untuk dapat kursi dibanding aku, dan aku pantasnya memang berdiri. Begini
saja! Bayangkan kita yang ada diposisi ibu dan embah itu, atau kalau ga, bayangkan mereka itu ibu atau nenek kita. Yang dibutuhkan adalah respect.
Lagi-lagi masalah attitude.
Lagi-lagi soal kesadaran. Lagi-lagi diperlukan edukasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar